Archive for October 22nd, 2012|Daily archive page

Abdul Latif Abu Bakar: Peranan Media Dalam Dakwah Islamiah

Kertas kerja Prof. Datuk Wira Dr. Abdul Latiff Abu Bakar yang dibentangkan di Seminar Dakwah Nasional 1433H/2012 siri Wacana Pemikiran dan Peradaban Ummah ke 4 bertemakan Dakwah Islamiah Sebagai Kekuatan Ummah pada 8 – 9 Oktober 2012 bersamaan 22 – 23 Dzulqaedah 1433H di Dewan Merdeka, Pusat Dagangan Dunia Putra (PWTC), Kuala Lumpur dianjurkan oleh Pertubuhan Muafakat Sejahtera Masyarakat Malaysia (MUAFAKAT).

untuk versi cetak dalam format pdf: Klik di sini

***************

Peranan Media Dalam Dakwah Islamiah[1]

Oleh:

Prof. Datuk Wira Dr. Abdul Latiff Abu Bakar

Pengarah Institut Peradaban Melayu, UPSI

Komunikasi adalah satu disiplin ilmu sains sosial yang mendapat tempat dalam dunia akademik sekarang.Ia amat penting kerana ia mendidik kita menjalinkan hubungan antara kita sesama manusia dan antara manusia dengan Allah, Allah pula berfirman (menyampaikan pesan) melalui Al-Quran. Ramai pengkaji disiplin  komunikasi, terutama dari barat telah mengklasifikasikan dan menganalisis pelbagai-bagai tafsiran dan mengwujudkan pelbagai teori tentang komunikasi mengikut perspektif masing-masing. Manakala disiplin ilmu tentang komunikasi dan media Islam diketepikan.

Dalam era globalisasi ini, pelbagai dan bermacam-macam media lahir bagi menyampaikan mesej kepada orang ramai dan mengklasifikasikan kepada media tradisional (akhbar, buku, majalah), media warisan (persembahan seni warisan bangsa) dan media baru (internet, sesawang dan sebagainya).

Umumnya ahli-ahli akademik dan pengamal media dari rakyat jelata terikat dan terpengaruh dengan ‘konsep kebebasan akhbar’ dari barat.Namun begitu, setiap negara mempunyai undang-undang tersendiri bagi mengawal ‘kebebasan akhbar’.Pemikiran global khususnya dari barat telah berpegang kepada gagasan kebebasan, liberal dan hak asasi manusia dalam menyampaikan mesej kepada orang ramai.

Kini kemajuan teknologi elektronik sedang mengubah wajah dan peta sistem-sistem komunikasi di Dunia Ketiga.Di sengaja atau tidak arus informasi internasional yang dikuasai oleh kecanggihan teknologi komunikasi kini kelihatan didukung oleh konsep kebebasan informasi menurut pandangan Barat (filsafat liberalisme).Konsep “freedom of information” itu telah perjuangkan dalam fasal 19 Pernyataan Umum tentang Hak-hak Asasi Manusia (1948).Pada prinsipnya konsep kebebasan informasi dan komunikasi menurut faham Barat (secara hukum telah diterima oleh semua negara anggota PBB) tidak mengindahkan batas-batas negara dan perbezaan sistem-sistem budaya (through any media, without interference and regardless of frontiers).Juga setiap orang, siapa saja, berhak atau bebas mempunyai, menyimpan, menerima dan menyampaikan informasi, pendapat dan idea-idea kepada siapa saja dan negara mana saja. Teori itu mengandungi implikasi yang luas,  yakni semua macam nilai-nilai asing bebas memasuki nilai-nilai budaya nasional. Buku “The Salmanic Verses by Satan Rushdie” merupakan salah satu contoh dari akibat pelaksanaan konsep kebebasan informasi menurut filsafat Barat .baru-baru ini pula isu filem “Innocence of Muslim atau nama asalnya “Desert Warriors” bersifat anti Islam dan menghina Nabi Muhammad di Eropah terutama di Amerika, Perancis dan Jerman. ( A. Muis, Komunikasi Islam, hal. 19 dan 20)

Mengikut A. Muis dalam buku, Komunikasi Islam bahawa dalam situasi serba ketergantungan dunia ketiga kepada informasi yang datang dari sistem media massa Barat, sistem pers (media massa) Islam mengalami tentangan yang tidak ringan. Komunikasi dan informasi yang menyerang (menghina) agama samawi yang terakhir dan paling banyak pemeluknya itu (sekitar satu milyar) tidak begitu mudah dilawan. Sebab media massa dikuasai oleh pengusaha Barat non-muslim yang sudah terlanjur mendirikan apa yang sering dijuluki oleh pakar-pakar ilmu komunikasi Barat sebagai kerajaan pers (press empire). Juga di banyak negara yang sedang berkembang, kecuali di negara-negara Islam, media Islam sangat lemah dan media sekular mengalami kemajuan pesat. Pada umumnya, boleh dikatakan, bahawa era informasi akan mendatangkan akibat-akibat tertentu terhadap sistem media massa Islam. Barangkali akibat buruknya lebih banyak daripada akibat positifnya.Sebab revolusi informasi itu memperbesar kebebasan dan arus informasi internasional yang dikuasai oleh filsafat Barat (non-muslim).Arus informasi dan bahan-bahan hiburan, khususnya filem, yang bersifat timpang (satu arah) itu memaksa masyarakat-masyarakat Dunia Ketiga menerima nilai-nilai Barat yang sekuler.Atau nilai-nilai yang bertentangan dengan kaedah-kaedah agama (Islam). Masih lemahnya sistem media massa Islam dalam hampir semua hal membuatnya tidak sanggup mengubah ketempangan arus informasi dari Barat. (Komunikasi Islam, hal. 21-22)

Kita mesti menerima hakikat bahawa peranan dan perkembangan media baru

sebagai alat komunikasi wajib dihayati dan menjadi medium yang penting dan utama setiap rakyat dan negara dalam era globalisasi ini. Kita wajar mengikut perkembangannya dan kita manfaatkannya demi kepentingan ajaran dan umat seluruh dunia.Sebagai alat komunikasi, penggunaan alat media baru, media tradisional dan media warisan hendak berteraskan ajaran Islam dalam usaha kita menyampaikan mesej, terutama berdakwah kepada orang ramai.Komunikasi Islam hendaklah memainkan peranan dan berfungsi memberi maklumat yang betul, pendidikan, hiburan yang positif dan persuasif.

Pada dasarnya kaedah agama itu sendiri merupakan pesan kepada manusia agar berperilaku sesuai dengan perintah dan larangan Allah s.w.t; Al-Qur’an dan Hadis (Sunah) Muhammad Rasulullah pada hakikatnya adalah pesan kepada umat manusia supaya berperilaku sesuai dengan firman Tuhan dan sabda Nabi. Dalam ilmu komunikasi hal itu dapat dimasukkan ke dalam kajian komunikasi agama. Kurang lebih sama dengan kaedah-kaedah hukum yang dibuat oleh manusia, juga merupakan pesan (informasi) kepada warga masyarakat agar berperilaku sesuai dengan perintah dan larangan itu. Kaedah (norma) biasanya didefinisikan sebagai perintah dan larangan. Ada norma agama, ada norma hukum dan ada norma kesusilaan. Tetapi norma-norma agama merupakan pesan (komunikasi) yang bersumber dari Allah s.w.t. melalui para Rasul atau para Nabi. Pada hakikatnya Al-Qur’an dan kitab-kitab agama samawi terdahulu memang merupakan media komunikasi massa. (A.Muis, hal. 8)

Al-Qur’an sebagai kitab (buku) dapat dikategorikan sebagai salah satu jenis media massa cetak. Jadi sebagai media cetak Kitab itu memiliki fungsi-fungsi yang kurang lebih sama dengan fungsi-fungsi yang dimiliki oleh media cetak lainnya. Yakni antara lain fungsi informasi, fungsi mendidik, fungsi kritik, fungsi pengawasan sosial (social control), fungsi hiburan (yang dimaksud ialah hiburan yang sihat), fungsi menyalurkan aspirasi masyarakat dan fungsi menjaga lingkungan (surveillance of the environment). Fungsi yang disebut terakhir itu ialah media massa senantiasa membuat masyarakat memperoleh informasi tentang keadaan sekitar baik itu di dalam lingkungan sendiri mahupun di luar lingkungan mereka. Dengan demikian masyarakat selalu dapat melakukan tindakan-tindakan penyesuaian yang perlu untuk memelihara kesejahteraan dan ketenteramannya atau untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan kata lain lagi, agar masyarakat dapat melakukan respons atau bertindak terhadap lingkungannya.

Teori-teori komunikasi Islam yang dijelaskan di atas itu lebih bermakna komunikasi dakwah. Mengenai implikasi agama Islam terhadap proses komunikasi umum (non-agama) dijelaskan secara luas dan komprehensif pada bahagian lain. Pada huraian sebelum ini telah dijelaskan sepintas bahawa “…semua proses komunikasi Islami harus terikat pada norma-norma agama Islam”. Dengan kata lain komunikasi menurut ajaran agama sangat memuliakan etika. Media massa juga berfungsi memperkokoh kaedah-kaedah sosial. Dalam hal itu media massa Islam relevan untuk diberi peranan. Dengan kata lain media massa Islam dapat melaksanakan hal itu melalui fungsi kritik atau pengawasan sosial (social control) dengan cara verbal mahupun tidak verbal, tetapi menghindari ungkapan dan adegan-adegan yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan Sunah Rasulullah. Lain halnya media massa non-Islam (non-agama) atau media massa yang bersifat sekular. (A. Muis, hal. 9 – 10).

Kebanyakan media massa Islam hidup di negara-negara yang sedang berkembang. Kerana itu media massa Islam juga masih berada pada tahap atau kondisi “sedang berkembang” pula. Hal itu bererti bahawa kemampuan media massa Islam untuk bersaing dengan arus informasi internasional yang dikelola oleh kontor-kantor berita dan jaringan-jaringan media elektronik raksasa milik negara-negara maju (Barat) sangat lemah. Dewasa ini, misalnya, jaringan TV dan radio Barat menguasai arus informasi dan berita-berita di seluruh jagat raya ciptaan Tuhan ini.Justeru isu atau masalah ketempangan arus informasi dan berita-berita antara Utara-Selatan semakin banyak diperbincangkan dalam berbagai forum akhir-akhir ini. (hal. 15)

Dalam usaha kita memperkembangkan disiplin komunikasi dalam media tradisional, media warisan dan media baru, adalah menjadi tanggungjawab umat Islam mempraktikkan fahaman dan gagasan komunikasi mengikut kaca mata Islam. Disiplin komunikasi Islam boleh dijadikan panduan kepada setiap negara Islam dan teori komunikasi Islam pula wajar di ajar dan dihayati di kalangan pelajar, pengamal media dan negara yang ingin melahirkan sebuah negara aman, makmur dan bersatu padu. Bagi mencapai matlamat ini, gagasan komunikasi Islam yang berdasarkan perintah dan larangan Allah s.w.t. menjadi panduan utama dalam pelbagai sistem media di dunia.

Mengikut Muhammad Djarot Sensa dalam buku Komunikasi Qur’aniyah bahawa Allah SWT lebih dahulu mendekati manusia agar dapat terjadi aktivitas komunikasi yang utuh, utas, puncak dan abadi. Sebagaimana dinyatakan di dalam surat (42) asy-Syura ayat 51 : Dan tidak ada bagi seorang manusia pun, bahwa Allah berkata-kata kepadanya, kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan lalu diwahyukan kepadanya dengan seijin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi Maha Bijaksaan. Kedua, Al-Quran sebagai media berkomunikasi dengan Allah SWT, mampu menciptakan tingkatan kualitas manusia sampai pada tingkatan yang memang diinginkan oleh manusia itu sendiri, sebagaimana yang dicantumkan pada surat (37) ash-Shaffat ayat:168-169.; “Kalau seandainya di sisi kami ada sebuah kitab semenjak dari orang-orang terdahulu. Benar-benar kami akan menjadi hamba Allah yang mensucikan.” Lalu, diperkuat dengan bahwa isi dari al-Qur’an adalah mengajak mensucikan jiwa yang dimaksudkan untuk menuju kepada Allah SWT dan sekaligus menjadi hanya takut kepada-Nya: Maka katakanlah: “Adakah keinginan bagimu untuk mensucikan? Dan kamu akan kupimpin ke Rabb-mu, agar kamu menjadi takut kepada-Nya”.Q,S. (79) an-Nazi’at ayat 18-19. (Muhammad Djarot Sensa, hal. 19).

Al-Qur’an yang sedemikian rupa itu, ternyata sebuah media komunikasi dan sekaligus berisikan jaminan-jaminan terhadap pemenuhan kebutuhan yang hanya dapat tercapai melalui aktivitas komunikasi.Karena itu, agar hal-hal demikian dapat diberlangsungkan dan mencapai posisi-posisi yang telah dijanjikan, hendaknya mengetahui secara saksama terlebih dahulu mengenai al-Qur-an sebagai pencetus dan sekaligus untuk alat penilaian aktivitas berkomunikasi.Terutama yang berkaitan dengan jenis komunikasi verbalistik yang bersifat edukatif, persuasif dan spiritualistik. Di sisi lain, sebagai serangkaian upaya di dalam mewujudkan nilai-nilai ke-Allah-an pada tataran duniawi dan materialistic. Sehingga manusia-siapapun dia dan apapun agamanya, dapat memperoleh jaminan kepastian untuk dapat mencapai dan menikmati kepuasan, kebahagiaan, ketenangan dan ketenteramaan. (Muhammad Djarot Sensa, hal. 19-20)

Gagasan dan cadangan

1.             Komunikasi Islam hendaklah menjadi teras dan panduan dalam sistem media di Malaysia.

2.            Beberapa kaedah komunikasi dari Barat boleh dijadikan panduan dalam komunikasi Islam bagi kita melaksanakan dakwah kepada orang ramai.

3.            Komunikasi Islam yang berteraskan Al-Quran dan hadis hendaklah dijadikan panduan utama dalam usaha kita berdakwah dan mengwujudkan perpaduan kesatuan ummah.

4.            Selaras dengan Perlembagaan Malaysia yang meletakkan agama Islam sebagai Agama Persekutuan, Gagasan Komunikasi Islam hendaklah menjadi panduan utama dalam sistem penyiaran di Malaysia.

5.            Pusat pengajian tinggi hendaklah mendidik dan menjadikan subjek komunikasi Islam sebagai subjek wajib dalam kurikulum komunikasi dan pengajian media di Malaysia.

6.           Teori Komunikasi Islam berteraskan Al-Quran dan hadis hendaklah menjadi Teori Ilmu Komunikasi yang setara dengan teori-teori yang dilahirkan Sarjana Komunikasi di dunia.

7.            Komunikasi Islam hendaklah menjadi panduan umat Islam bersatu dalam menjamin kekuatan politik dan perpaduan ummah di Malaysia dan seluruh dunia.

8.           Komunikasi Islam boleh dijadikan benteng dan tembok bagi menentang fahaman liberalisme dan kebebasan bersuara barat yang tidak menghormati fahaman agama dan budaya berbilang bangsa di dunia.

9.            Komunikasi Islam dan bahasa Melayu hendaklah dijadikan teras utama dalam usaha memartabatkan warisan peradaban Melayu dan Malaysia.

10.         Kerajaan hendaklah mengwujudkan Akta Komunikasi dan Media Islam bagi menjadi panduan kita melahirkan pewaris dan bangsa Malaysia yang mempunyai kekuatan jati diri dan semangat patriotisme Malaysia.

Sekian, terima kasih.


[1]       Kertas ini untuk dibentangkan di Seminar Dakwah Nasional 1433H/2012 siri Wacana Pemikiran dan Peradaban Ummah ke 4 bertemakan Dakwah Islamiah Sebagai Kekuatan Ummah pada 8 – 9 Oktober 2012 bersamaan 22 – 23 Dzulqaedah 1433H di Dewan Merdeka, Pusat Dagangan Dunia Putra (PWTC), Kuala Lumpur dianjurkan oleh Pertubuhan Muafakat Sejahtera Masyarakat Malaysia (MUAFAKAT).